LAWANG SEWU

 

LAWANG SEWU

Lawang Sewu (Bahasa Jawa: ꧋ꦭꦮꦁꦱꦺꦮꦸ artinya Seribu Pintu), sebelumnya Gedung Administrasi N.V. Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij di Samarang (bahasa Belanda: Administratiegebouw van de N.V. Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij te Samarang) adalah bekas bangunan perkantoran yang terletak di seberang Tugu Muda, Kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia. Bangunan ini dahulu merupakan kantor pusat Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), dan saat ini berstatus sebagai aset Kereta Api Indonesia (KAI). Hal ini terjadi karena merupakan hasil dari perebutan aset-aset NIS dan perusahaan kereta api lain oleh Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI) pada masa Perang Kemerdekaan. Saat ini bangunan tersebut dijadikan sebagai museum dan galeri sejarah perkeretaapian oleh Unit Pusat Pelestarian dan Desain Arsitektur dan kini dioperasikan KAI Wisata, anak perusahaan KAI yang bergerak di bidang pariwisata.

Nama lawang sewu aslinya merupakan julukan gedung itu dalam bahasa Jawa yang berarti "bangunan berpintu seribu". Desain bangunan ini memiliki banyak ruang, serta memiliki sekitar 1.000 jendela yang tinggi-tinggi dan besar-besar sehingga dikira sebagai "pintu". Pintu-pintu di bangunan tersebut hanya berjumlah 429 buah. Jendela ukuran besar sering ditemukan pada bangunan Belanda di Indonesia. Banyak bangunan, rumah, atau struktur lain pada masa itu memiliki jendela dengan ukuran yang mirip. Hal itu dilakukan untuk beradaptasi dengan iklim lembap dan panas di Indonesia. Dengan banyaknya jendela ini, akan lebih banyak masuknya udara dan membuatnya menjadi dingin.

Lawang Sewu diarsiteki oleh Cosman Citroen, dari firma yang dibentuk arsitek senior J. F. Klinkhamer dan B. J. Ouëndag. Bangunan ini dirancang dalam Gaya Hindia Baru, istilah yang diterima secara akademis untuk Rasionalisme Belanda di Hindia. Mirip dengan Rasionalisme Belanda, gaya adalah hasil dari upaya untuk mengembangkan solusi baru untuk mengintegrasikan preseden tradisional (klasisisme) dengan kemungkinan teknologi baru. Ini dapat digambarkan sebagai gaya transisi antara Tradisionalis dan Modernis serta dipengaruhi oleh desain Berlage.

Konstruksi dimulai pada tahun 1904 dengan bangunan A yang selesai pada tahun 1907. Sisanya rampung pada tahun 1919. Awalnya digunakan oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij, perusahaan kereta api pertama di Hindia Belanda. Setelah Jepang menduduki Hindia Belanda pada tahun 1942, tentara Jepang mengambil alih Lawang Sewu.[8] Ruang bawah tanah gedung B diubah menjadi penjara dengan eksekusi mati dilakukan di dalamnya. Ketika Semarang direbut kembali oleh Belanda dalam pertempuran di Semarang pada Oktober 1945, pasukan Belanda menggunakan terowongan yang mengarah ke gedung A untuk menyelinap ke kota. Pertempuran terjadi dengan banyak pejuang Indonesia gugur. Lima pegawai yang bekerja di sana juga gugur. Setelah perang, tentara Indonesia mengambil alih kompleks. Bangunan tersebut kemudian dioperasikan oleh Djawatan Kereta Republik Indonesia (DKARI). Pada tahun 1992 bangunan ini ditetapkan sebagai cagar budaya.

Untuk berkunjung ke Lawang Sewu kita tidak perlu mengeluarkan biaya yang mahal cukup membayar sebesar Rp.10.000/dewasa dan Rp.5.000/anak-anak

Berikut adalah video kondisi Lawang Sewu:

Posting Komentar

5 Komentar